Namaku Rumaisha, aku anak kedua dari dua bersaudara. Namun aku anak
perempuan satu-satunya dalam keluarga. Kakakku Bernama Ilyas, beliau kini hidup
bersama istri dan keluarga kecilnya di Turki. Aku hidup di keluarga yang benar-benar serba ada. Ayahku pengusaha
yang sukses di salah satu perusahaan, dan ibuku dosen di salah satu universitas
ternama di Bandung.
Selama hidup bersama orang tuaku, kehidupanku benar-benar tidak pernah
ada kekuarangan. Apa yang ku minta selalu diberikan ayah dan ibu. Dari kecil
ayah dan ibu memang mendidikku dan Mas Ilyas untuk selalu bersyukur dengan apa
yang diberikan Allah pada keluarga kita.
Suatu ketika saat aku duduk di bangku kuliah semester 7, ada teman mas
Ilyas yang datang ke rumah untuk bersilaturrahmi dengan mas Ilyas juga bapak
dan ibuku. Seketika itu teman mas Ilyas mulai jatuh hati padaku. Dan dia
mengatakan akan menanti hingga aku lulus
kuliah, agar beliau datang untuk mengkhitbahku.
Saat mendengar berita itu, aku senang bukan kepalang. Aku benar-benar
tersenyum dan bahagia. Namun lagi-lagi ayah dan ibu tidak menyukai hal itu.
Ayah dan ibu tidak suka karena aku masih harus kuliah dan target ayah juga ibu,
aku harus sampai menmpuh pendidikan S2 bahkan jika bisa sampai S3 program
Doktor.
“Pokoknya, ibu dan ayah nggak akan menyetujui jika ada laki-laki yang
datang ingin melamarmu disaat kamu masih duduk di bangku perkuliahan!” Ucap
ayah dengan tegasnya.
Mendengar itu aku hanya bisa menangis dan menuju kamarku. Masku Ilyas lalu mengejarku hinnga ke kamar
tidur.
“Dek, nggak usah dipikirin ya omongan ayah ibu. Mereka demikian karena
sayang sma kamu. Mas do’ain semoga adik dapatkan yang terbaik kelak jika adik
sudah selesai kuliahnya” masku yang berusaha membujuk dan menenangkan diriku.
Setelah kejadian itu, aku jadi lebih banyak diam dan lebih sering
bersama dengan mas Ilyas. Apapun yang ku alami ku curahkan kepada mas Ilyas.
Hal ini juga karena menurutku mas Ilyas jauh lebih menguasai masalah keagamaan,
ketimbang kedua orang tuaku. Aku berjilbab juga karena dikasih pengertian dan
arahan dari mas Ilyas. Hingga kini aku mampu untuk tetap istiqomah di jalan
Allah.
Namun sayangnya kebersamaan aku dengan mas Ilyas tidak berlangsung
lama, beberapa bulan kemudian mas Ilyas menikah. Walaupun masih di rumah tapi
kondisinya jelas berbeda. Mas Ilyas tentu akan lebih fokus pada keluarga
kecilnya.
Setahun kemudian aku lulus kuliah, Alhamdulillah rasanya bahagia.
Karena kini aku menyandang gelar sarjana Informatika. Namun sayangnya belum
juga bernafas lega lantaran ingin mencari calon imam yang pas untukku, orang
tuaku memintaku agar aku mengikuti tes masuk S2 di universitas ternama di Luar
negeri.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena saat itu tidak ada lagi mas
Ilyas yang membantuku. Mas Ilyas saat kini sudah berada di Turki bersama istri.
Karena mas ilyas juga melanjutkan program pasca sarjana S3 di salah satu
universitas ternama di Turki.
Saat ayah dan ibu memintaku melanjutkan pendidikan ke luar negeri, aku
hanya bisa mengikutinya. Aku takut jangan sampai ayah dan ibuku kecewa padaku.
Akhirnya tanpa berpikir panjang, ku ikuti kemauan mereka. Dan inilah rezekiku,
aku lulus tes S2 di salah satu universitas ternama di Cairo Mesir.
Selama di Cairo mesir, mas Ilyas selalu rajin mengirimkan email
untukku. Mas ilyas menawarkn beberapa teman ikhwannya untukku. Dan mas ilyas
bersedia untuk membantu prosesnya. Tapi lagi-lagi berita itu ku sampaikan
kepada ayah dan ibu, justru ayah dan ibu histeris dan berkata, aku harus
selesai kuliah S2 baru bisa berpikir tentang pasangan hidupku. Sekarang jangan
macam-macam, pikirkan kuliah hingga selesai.
Selama kurang lebih 3 tahun aku menghabiskan waktuku di Cairo Mesir
untuk kuliah S2. Setelah kuliahku usai, aku pun kembali ke tanah air. Aku
merindukan ayah dan ibuku. Walau mungkin mereka cenderung menolak beberapa
rencanaku dan mas Ilyas.
Setibanya di tanah air, aku begitu bahagia. Ayah dan ibu menyambutku
dengan penuh cinta dan kasih sayang.
“Alhamdulillah nak. Akhirnya kamu selesai juga S2. Sekarang pikirkan untuk
melamar kerja ya! Ucap ibu sambil mengaduk teh ayah.
“Apa??? Kerja bu? Aku nih dah tua bu. usiaku aja sudah 26 tahun.
Apakah aku tidak bisa untuk mulai berpikir tentang pendamping hidupku?” tanyaku
heran
“kamu juga harus pikirkan pekerjaan nak. Orang hidup itu harus kerja.
Usia 26 itu belum tua kok.” Kata ibuku yang berusaha menjelaskan.
“Lho,, bukannya ibu dan ayah
pernah bilang kalau selesai S2 aku boleh mikirkan calon pendamping? Tapi kenapa
sekarang Aku malah disuruh mikir kerjaan? ”
“Sudahlah!! Kamu itu jangan bawel.” Sambil berlalu pergi menuju kamar.
*****
Yang ku takutkan kini terjadi, setiap kali aku menghadiri acara
pernikahan saudara-saudaraku dan juga acara pernikahan teman-temanku, semua
orang mencibirku dan bertanya kapan janur kuning menghiasi rumahku.
Jujur aku begini bukan
karena keegoisanku untuk tidak memperdulikan masalah pernikahan, hanya saja Aku
ingin membahagiakan kedua orang tuaku sebelum Aku dijemput Imamku nanti. Aku
memutuskan untuk bekerja keras dan melanjutkan studiku ke Luar negeri juga demi
membahagiakan keduanya. Namun semakin lama Aku merasa semua itu hampa jika
tanpa seorang imam pemimpin untuk diriku
kelak.
Kini usiaku 26 tahun, aku malu dengan orang di luar sana. Mereka terus
mencibirku, aku dikatain sebagai cewek matre, perawan tua dan banyak memilih.
Sampai-sampai akupun tidak kuat, sehingga ku ceritakan apa adanya kepada ibu
dan ayahku, dan tak lupa pula ku kirim email untuk mas Ilyas agar membantuku.
Mungkin karena mendengar cibiran tetangga yang begitu menyakitkan hati
mereka sebagai orang tua, akhirnya ayah dan ibu mencarikan sosok laki-laki yang
katanya pas denganku. Namun lagi-lagi semua laki-laki yang dihadirkan ayah dan
ibuku itu mundur semua. Dengan alasan pendidikanku yang terlalu tinggi.
Hingga suatu ketika, Mas Ilyas menelponku dan mengatakan bahwa ada
salah seorang teman ikhwannya yang di indonesia ingin silaturrahmi ke rumah dan
ingin mengenal lebih dekat diriku. Hari itu adalah hari yang sangat ku tunggu, tampak rona
kebahagiaan di wajahku juga ayah dan ibu.
Tepat pukul 20.00 wib, laki-laki itupun datang. Berbalut baju koko
berwarna coklat, juga celana panjang hitam dengan kulitnya yang sawo matang,
dia terlihat semakin mempesona. Postur tubuhnya yang tinggi dan senyumnya yang
menarik, namapaknya mampu menarik perhatian aku dan keluarga.
Saat itu, laki-laki ini terlihat begitu asyik bercerita dengan ayah
juga ibuku. Aku akhirnya diminta ayah dan ibu untuk duduk bersama ayah dan ibu
mendampingi laki-laki ini bercerita. Hingga tiba saatnya laki-laki bertanya
padaku tentang usiaku juga pendidikanku. Ku jawab apa adanya yang terjadi pada
diriku.
Ketika mendengar bahwa aku adalah Mahasiswa yang telah selesai
mengikuti program Pasca sarjan S2 di Cairo Mesir, laki-laki ini tampak lebih
lama diam. Hingga akhirnya diapun pamit pulang.
Ku kirim sms kepada mas Ilyas
“mas, adek dah
jumpa org yg mas mksud. Orgx sih baik, dan terlihat shalih. Namun nggak tw deh,
apkh dia akn mau utk terima adek apa nggk?”
Tiga hari kemudian, Aku mendapat balasan sms masku.
“Dik, afwan ya.
Mas dan mba iparmu sudah berusaha membantu. Namun teman mas si Hasan yang
kemarin dtg ke rmh tuh barusan kirim sms ke mas, kalo dia gk ingin lanjut.
Alsanx dia dri klrga sderhana dan juga belum S2. Takut tdk memnuhi syarat
sesuai keinginan ayah dan ibu kita dik.”
Membaca sms masku, aku hanya seperti orang bisu tak berdaya dan tak
bernyawa lagi. Aku kaget dan menyesal dengan apa yang sudah ku raih hingga
sejauh ini. Aku benci dengan apa yag ku capai, semua laki-laki yang ingin
berkenalan denganku lebih serius akhirnya mundur setelah mengetahui latar
belakang pendidikanku juga keluargaku.
Aku hanya bisa menangis dan berdo’a di sepanjang malam, sering ku
jadikan sepertiga malam terakhir sebagai waktu yang tepat untuk ku curhatkan
segalanya kepada Yang Maha Terkasih.
“Wahai
kau sang adam yang akan bertahta di hatiku sebagai calon imamku, semoga Allah
tidak menutup jalanku dan jalanmu untuk saling berjumpa. Mungkin memang belum
sekarang, tapi aku yakin suatu saat pasti.”
Sepanjang malam aku hanya terus berdo’a,
hingga akupun lelah dan menyerah. Aku pasrahkan semua sesuai kehendak Allah
saja. Tiba-tiba masku Ilyas memberikan kejutan bahwa dirinya akan berkunjung ke
Indonesia. Aku begitu bahagia, karena sebentar lagi akupun bisa berjumpa dengan
keponakanku juga mba iparku.
Setibanya di Indonesia, mas Ilyas lalu
menceritakan padaku kalau beliau punya teman laki-laki namanya Rizal yang ingin
mengenalku lebih dekat, dan nanti sore teman masku akan berkunjung dan
melamarku. Aku kaget bukan kepalang, bagaimana bisa datang langsung melamarku,
smentara aku sendiripun belum mengenal orangnya. Rupanya masku sudah
menceritakan sebagian besar tentang diriku pada temannya Rizal dan sudah
memperlihatkan fotoku.
Pukul 17.00 wib, Mas Rizal datang
berkunjung ke rumah bersama keluarganya. Dengan mantap mas Rizal lalu
mengutarakan niat baiknya melamarku. Tanpa berpikir panjang aku lalu
menerimanya. Aku yakin apa yang dipilihkan masku semoga itu yang terbaik. Orang
tuakupun ikut menyetujuinya, dan malam itu juga pihak mas Rizal meminta agar
segera laksanakan akad nikah malam harinya. Entah karena apa, segalanya seperti
sudah direncanakan, namun tanpa sepengetahuanku.
Tepat pukul 19.00 wib, akhirnya Akad
nikahpun berjalan dengan lancar. Sederhana namun terasa begitu khidmat. Aku
kini punya suami, aku tidak sendiri, aku tidak jadi perawan tua lagi.
Selama ini aku hanya bisa menangis dan
berdo’a sepanjang malam. Dan inikah jawaban dari do’aku, kepasrahanku dan
usahaku?.
“Alhamdulillah aku dapat gelar istri juga
sekarang”. Gumamku dalam hati. Aku tidak tahu lagi apa yang dapat ku ucapkan.
Tentunya rasa bahagia benar-benar
menyelimutiku, aku merasakan ada kebahagiaan dibalik ujian besar yang melanda
hatiku selama ini.
Setelah akad nikah usai, akupun dibawa mas
Rizal ke rumahnya. Rasa haru dan bahagia yang begitu mendalam di hatiku. Di
sepertiga malam aku bangun untuk tahajjud dan mengaji juga lantunkan rasa
terima kasihku Pada Sang Maha Pemberi Nikmat, Cinta, dan Kasih sayang untukku
dan suamiku dengan tengadah dua tanganku pada-Nya.
“Ya
Allah, ternyata Kau berikan kebahagiaan untukku dengan cara Kau selipkan
kesengsaraan, kesedihan dan air mata lebih dulu untukku. Semoga Setiap
ujian yang melanda adalah pembelajaran agar aku
semakin bijak dan dewasa. Sesungguhnya
nikmat yang terbaik adalah segala kejadian yang membawaku semakin dekat
pada-Mu, meskipun awalnya sangat menyakitkan hati. Terima kasih telah Engkau
jadikan aku istri untuknya. Cukup perjalanan perih ini terjadi hanya padaku.
Dibelakangku, ma Rizal lalu mengucapkan “aamiin”. Aku kaget
lalu berbalik dan menengok, ternyata mas Rizal sudah terbangun dari tidur
pulasnya.
“Lho sudah bangun Mas? Maaf jika bacaan alqur’anku mengganggu
tidurmu mas”.
“Nggak masalah kok Dik. Mas senang dan suka dengar suara dik
Ais mengaji. Rasanya syahdu dan indah banget Dik.” Ucap mas Rizal.
“Terima kasih ya Mas”
ucapku sambil mencium kedua tangannya.
“Oh ya Dik, sudah dapat gelar S3 kan sekarang?” tanya mas
Rizal.
“ih,, mas amnesia ya? Aku kan belum ngambil gelar S3.”
Jawabku.
“Lho, kan sekarang dik Ais sudah bergelar S3 alias S-Tri atau
bahasa indonesianya mah istri, Dik.” Sambil bangun dari tempat tidur dan
tertawa.
“Oh iya ya. Hehe.. benar juga kata mas Rizal. Alhamdulillah.
Itu artinya Aku nggak perlu capek-capek ambil S3 lagi. Cukup sudah lembaran
cerita lama itu menjadi kenangan untukku Mas.
Pagi itu, kebahagiaan dan rasa syukur yang tiada terkira ku
panjatkan kepada Yang Maha melimpahkan Nikmat dan rezeki.
“Dan Nikmat Tuhanmu Yang manakah yang kamu dustakan.”
(Karya: Husna Syifa Ubaidillah-Di Ujung penantian Takdir)
Note: Bagi Yang akan berniat copy Paste, Mohon cantmkan Nama Penulis. Hargailah usaha seorang penulis pemula dengan mencantumkan nama mreka pada setiap tulisan yang akan dicopas. Karen cerita sudah dibukukan, jangan sampai sahabat dituduh penerbit dan penulis, sebagai orang yang plagiat karya :)
Terima Kasih :) Salam sayang dan cinta untuk sahabat Gopel ^__^
itu sebelum revisian :)
BalasHapusMengalir ceritanya, mudah dicerna.
BalasHapusMengajarkan kepada wanita muslimah agar tidak gila akan kedudukan duni yang bersifat sementara. Serta, mengajarkan orang tua agar tidak menghalangi niat baik seorang anak. Jika anak merasa siap, mapan dan sudah waktunya melangkah ke jenjang pernikahan, maka hargailah keinginan anak. Sama-sama duduk dan bermusyawarah bersama anak dan keluarga.
Janganlah kau menolak laki-laki yang baik agamanya, karena hal yang tidaklah penting dan menjadi prioritas penting dalam hidupmu, karena setelah kau menolak terus menerus maka dikhawatirkan ada fitnah yang menimpamu.
Semoga menjadi pelajaran untuk kita semua ya ukh.
Ceritanya bagus, riil dengan situasi di dunia ini.
Semoga sukses dan berkah...
Salam kenal ukhty Anita yang tadi sudah inbox dan sdah mau mampir komen :)
HapusAlhamdulillah, semoga bisa bermanfaat untuk ana pribadi juga semua akhwat di dunia ini.
Terima kasih pujiannya untuk cerita dengan ide pas-pasan ini.
Ana sadar disini banyak kesalahan eyd dan beberapa kata.
Tapi, ini memang naskah sebelum revisi dlu itu.
senagaja buat file pribadi biar ada yang menambah krisan ditulisan ini. Walau sekarang sudah diedit penerbit dan sudah terbit.
Tapi, ana rasa krisan yang membangun bisa menjadi cambuk semangat ana untuk terus memperbaiki lagi.
Na'am, Jika datang padamu laki-laki yang baik agamanya dan kita menolak dengan alasan yang tidak syar'i maka dikhawatirkan akan timbul fitnah yang tidak kita inginkan.
Semoga bermanfaat, bisa diambil ibrahnya dan buanglah hal salah yang tak patut dicontoh jika ada dalam cerita ini :-)
Syukron ukhty, Jazaakillahu khairaan.
Semoga rumah ana ini, membuat anty dan pengujung lainnya betah ya :-)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
BalasHapusDik Syifa, Kaifa haluky?
Ceritanya bagus, tapi memang mungkin ada beberapa kesalahan eyd ya?
Tapi, bagi ana nggak masalah Dik.
Cerita yang disampaikan runtut, ngalir dan mudah dicerna serta diterima pembaca. Karena kisah ini sepertinya diambil dari ide kisah nyata lalu difiksikan ya, Dik?
Bagus ini ceritanya.
Tamparan juga buat ana, karena hingga detik ini belum juga mengakhiri masa lajang :(
Karena mungkin juga Allah Maha tahu kesiapan ana yang belum full 100% kali ya,Dik?
Sukses terus Syifa, jangan pernah berhenti berkarya. Sebarkan dakwah melalui tulisan. Doaku saye pun selalu untuk Syifa.
Wa'alaikumussalam.
HapusHai Kak Amalina, ahlan wa sahlan fil baiti :)
hihi
Alhamdulillah jika suka, itu tandanya bermafaat cerita ana :)
Oh ya, ini memang muncul dari ide nyata, tapi kisahnya ana fiksikan. Ana miris dengan keadaan wanita sekarang, yang lebih suka mengejar gelar doktor, insinyur dll dibandingkan menjadi istri shalihah.
wkwkwkwk
Tapi kembali lagi, jdoh Allah yang atur.
Semangat kak :)
Subhanallah
BalasHapusBuah kesabaran dan keikhlasan akan membawa kebahagiaan yg hakiki.
Teruslah berkarya dan bersabar. Insya Allah akan berbuah manis madu, bukan manis gula.
Keep Spirit!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Terima kasih,Pak :)
HapusSemoga antum juga perjuangan hidupnya berbuah manis ya.
Soalnya kalau berbuah pahit nanti dikiranya pare :D
haha
Syukron, jazaakallahu Khairan
aku suka teh. :)
BalasHapussuka bingit :*
aiiiiiiiih makasih, Mba ima :)
HapusKesukaannya lebih diuraikan lagi bisa ya :)