Kamis, 22 Agustus 2013

♥ Sabar dan Kuat Karena-Mu ♥

Ramadan adalah saat-saat yang dinanti semua orang muslim dimanapun berada. Bulan yang selalu menghadirkan kebahagiaan dan cerita menarik sepanjang ramadan selama sebulan ini. Tapi tidak untuk sahabatku Fitri. Karena ramadan kali ini sahabatku harus melewati ramadan pertama kali tanpa kehadiran sosok seorang ayah.
Tepatnya hari Minggu 16 juni 2013 lalu, ayah Fitri pak Adnan kembali ke hadapan Allah, karena mengalami kecelakaan saat pulang dari beli obat. Awal mulanya pak Adnan berpamitan pada keluarga untuk pergi membeli obat pada pukul 17.00 wib, namun tidak ada yang menyangka jika saat itu juga pak Adnan pergi meninggalkan keluarga untuk selama-lamanya. Sepulang dari beli obat, pak Adnan mengalami kecelakaan ditabrak sebuah sepeda motor dan pelakunya adalah seorang pemuda yang sedang mabuk.
      Siapa yang akan mengira jika setelah kejadian tersebut, pak Adnan ternyata pergi untuk selama-lamanya. Jam 21.45 aku mendapatkan sebuah sms dari sahabtku Fitri yang berisi info kalau ayahnya telah meninggal dunia.
“Husna, bapak telah pergi meninggalkan kita semua, bapak meninggal tadi jam 21.30 wib karena kecelakaan sepeda motor.” Begitulah isi dari sms dari Fitri yang masih ku ingat. Pukul 00.05 wib aku tiba-tiba terbangun dan tersentak kaget saat membaca sms dari Fitri. Tanpa berpikir panjang, Fitri langsung ku telpon, dan benar  jika pak Adnan sudah tiada.

Rasa gemetar karena kaget dan sedih melebur menjadi satu, sehingga air matapun tak dapat ku bendung. Sekilas dalam hatiku hanya ikut mendo’akan agar beliau khusnul khotimah diakhir hayatnya, dan segala amalannya diterima yang Maha Kuasa.

Proses pemakaman pak Adnan akan dilakukan pada hari senin besoknya, banyak sahabat-sahabat yang datang untuk melayat. Sementara aku tidak bisa ikut untuk melayat saat itu. Karena aku tidak nyaman jika harus berboncengan dengan yang bukan muhrimku. Aku hanya ingin menjaga apa yang menjadi prinsip hidupku. Dan juga aku adalah orang yang sangat tidak berani mengendarai sepeda motor.

Ku kirimkan sebuah sms permintaan maafku kepada Fitri, “Fitri, maafkan aku, jika aku belum bisa ikut ke rumahmu. Karena aku tidak ingin jika boncengan dengan yang bukan muhrimku. Sementara teman-teman yang saat ini menuju rumahmu perginya boncengan. Maaf ya, Ku do’akan bapak khusnul khotimah dan keluarga yang ditinggalakan bisa lebih tabah menjalani ujian ini”


*****
Hampir seminggu sudah pak Adnan pergi meninggalkan Fitri dan keluarga, Aku dan adikku Husni saat itu menuju rumah Fitri. Karena aku dan Fitri akan menghadiri acara pernikahan salah seorang sahabat yang menikah di Temanggung. Setibanya aku di rumah Fitri, aku lalu segera menemui ibu. Ku rangkul ibu sambil ku bisikkan do’a semoga pak Adnan pergi dalam keadaan khusnul khotimah, dan semoga ibu dan keluarga tabah menjalani ujian ini.

Saat itu ku lihat ibu begitu lemas, pandangan matanya seolah kosong, dan terlihat jelas jika ibu memang sudah ikhlas hanya saja masih kaget dengan kejadian yang menimpa pak Adnan. Ibu lalu mempersilahkan aku dan adikku duduk, dan ibu lau mulai menceritakan awal kejadiannya hingga proses pemakaman dilakukan. Aku senang, karena rasa penasaranku terbayar sudah lewat cerita ibu.

Namun dibalik itu semua aku jujur jika aku juga merindukan pak Adnan. Kebiasaan pak Adnan jika aku tiba di rumahnya, sering langsung disapa, diajak bercerita, dan yang paling ku ingat adalah beliau sering minta tolong padaku untuk diajarkan mengakses internet, terutama cara membuka dan mengirim email. “Ah bapak, Husna rindu dirimu. Walau bapak bukan bapakku, namun ku rasakan kehilangan yang sama seperti Fitri” gumamku dalam hati.

Pagi itu sempat sarapan bersama keluarga pak Adnan, dan lumayan lama duduk dan bercerita dengan ibu. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10.00 wib, adikku Husni pamit pulang kembali ke Yogyakarta. Sementara aku dan Fitri pamit menuju Temanggung ke acara pernikahan salah seorang sahabat kami.

Sepanjang perjalanan kami berdua begitu menikmati, Fitri tidak tampak seperti anak yang baru saja mengalami kesedihan. Dia terlihat begitu kuat dan tegar. Sampai-sampai menimbulkan rasa penasaran.
“Fit, kamu kok bisa begitu kuat? Kamu nggak sedih Fit ditinggal bapak?” tanyaku.
“sedih sih pastilah Na, tapi aku berusaha kuat dan sabar. Sempat ibu bertanya padaku kenapa aku tidak sesedih ibu dan saudaraku yang lain? Tapi ya ku jawab kalau aku kuat, dan mampu tegar sejauh ini berkat dari apa yang bapak ajarkan padaku. Kamu tahulah Na, kalau bapak kan sering bilang padaku bahwa hidup itu harus dijalani dengan kuat dn sabar. Sebesar apapun masalahnya, atau sebesar apapun kesedihan yang dihadapi kita harus kuat, dan itu ku pelajari dari bapak ku, Na, aku yakin ini juga yang terbaik menurut Allah untukku.”

Aku hanya mampu menganggukkan kepala sebagai jawaban setuju aku. Karena jujur aku pun tidak mampu berkata lagi. Kecuali bersyukur bisa menjadi sahabatnya dan mengakui ketegarannya yang luar biasa dalam hatiku. Beberapa kali aku meneteskan air mata karena terharu mendengar jawabannya. Untung saja aku pakai helem, jadi tidak tampak jika aku sedang meneteskan air mata.

“Oh ya say, tampaknya Allah memang sudah mengatur skenario indah ini untukmu jauh-jauh hari. Bayangkan saja, kamu saat dimintai bapak untuk bisa segera lulus kuliah secepatnya dan pulang ke Magelang, kamu berusaha dan kerja keras hingga kamu sekarang sudah lulus pendadaran walau masih menanti masa-masa wisudah. Kemudian berkat dari kelulusan pendadaranmu bapakmu lalu menghadiahkan handphone baru untukmu, selain itu juga selama kamu menjalani tugas akhir kamu dalam menyusun skripsi juga benar-benar dimudahkan Allah, dan saat kamu sudah mendapatkan awal dari sebuah kesuksesan, Allah mengambil bapakmu.” Ucapku padanya.

“Iya juga sih Na, mungkin itu juga maksud Allah. Allah menghendaki aku lulus segera agar keinginan bapak melihat aku sukses itu tercapai sebelum bapak akan diambil seminggu yang lalu.” Kata Fitri sambil memarkir  sepeda motor.
Akhirnya kami pun tiba di acara pernikahan sahabat kami. Setelah berjabat tangan dengan pengantin dan dan keluarga serta menikmati hidangan di acara pernikahan tersebut, Aku dan Fitri juga memutuskan untuk tidak berlama-lama di Temanggung. Karena kami harus balik  segera ke Magelang untuk bersiap-siap melakukan perjalanan menuju Yogyakarta.

Dalam perjalanan pulang kembali ke rumah Fitri di Magelang, Fitri sengaja melewati jalan yang menyebabkan kecelakaan dan merenggut nyawa pak Adnan. Saat berada tepat di jalan tersebut Fitri lalu terdengar sedikit merintih “Ya Allah bapakku, bapakku, disinilah bapakku mengalami kecelakaan.” Itulah yang sempat ku dengar, entah apakah Fitri mengucapkan kalimat itu sambil meneteskan air mata atau tidak, aku tidak tahu. Karena saat itu Fitri sedang menyetir sepeda motor, dan lagi pula wajahnya tertutup helem.
Yang dirasakannya saat itu, bisa juga ku rasakan. Sahabat mana yang tidak akan merasa sedih jika sahabat terbaiknya mengalami bencana dan bencana itu merupakan bencana yang sekaligus merenggut nyawa orang yang sangat dicintai.

*****
“Kini menurutku, aku dan keluarga harus bersabar, Alhamdulillah walau bapak tidak ada lagi, aku bangga bapak pergi tapi meninggalkan banyak kebaikan untuk aku dan keluarga, semoga bapak Khusnul khotimah.”  Ucap Fitri  dalam sebuah status yang pernah dibuatnya beberapa minggu lalu sebelum menjelang Ramadan.
Kini hampir sebulan kepergian Pak Adnan, ramadan yang hadir di tahun ini juga akan menjadi ramadan yang jelas berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Aku pun beberapa hari ini belum bertemu dengan Fitri, karena semenjak selesai wisudah awal juli kemarin, Fitri langsung kembali ke Magelang untuk selama-lamanya.

Semenjak beberapa hari puasa, aku belum bertemu dengannya, tapi selalu ku pantau dirinya lewat status-status facebook yang dibuatnya. Atau sekedar bertanya padanya lewat sms. Masih tampak jelas jika raut kesedihan itu masih ada. Itu semua terlihat dari ungkapan kerinduannya pada Pak Adnan lewat status-status facebooknya.

“Bapak,Fitri  kangen banget sama bapak. .Fitri hanya bisa mendo'akan semoga bapak khusnul khotimah,diterima semua amalan-amalan, dijauhkan dari siksa kubur dan diberi kemudahan jalan ke surgaNYa.Amin”

Melihat status-status  itu, aku pun bisa merasakan apa yang dirasakannya, walau demikian kuatnya seorang manusia, tentu ada masanya dimana dia akan sesekali merindukan orang sangat dicintainya bisa hadir di sisinya seperti dulu. Sebuah puisi karya Pak Adnan pun pernah diposting Fitri sebagai status facebooknya di ramadan  ini.

Karya puisi my father: “Pada Ketundukan hati,,,atas kelembutan dalam keperkasaan.keindahan,  dalam kemegahan.Rahman rahim Nya, meliputi Semesta yang bertasbih. Tunduk..Tundukan hati semata.untuk Nya. *Wahai Shohib, Dalam kesederhanaan  terlukis  Jiwa Cinta nan Agung . Kesederhanaan yang tertera di hati mu,  mata air sungai hidupku di arus air geloramu,  semangatku mengalir Semoga dan Semoga Kasih Sayang NYA Meliputinnya.

Dan ramadan kali inilah ramadan pertama yang harus dilewati tanpa sosok bapak di hadapannya. Benarlah jika dikatakan bahwa kematian adalah teman sejati yang selalu ada dimanapun kita berada. Ia begitu rahasia, tidak ada yang pernah tahu, dan kemanapun kita pergi tentulah kematian yang selalu setia menemani.

Sesungguhnya segala yang ada di bumi merupakan ujian bagi setiap jiwa mau merenungi. Kebahagiaan adalah ujian untuk menguji sberapa besar rasa syukur kita pada Allah. Akanakah dengan nikmat kebahagiaan masihkah kita mengingt-Nya? Atau justru melupakan-Nya. Dan kesulitan adalah ujian untuk melihat keta’atan kita pada-Nya. Akankah ikhlas dan terus beriman pada-Nya? Ataukah mencaci ujian yang diberikan.


“Fitri, semoga dirimu adalah satu dari sekian banyak yang berhasil memperoleh pahala karena kesabaranmu dan rasa syukurmu atas segala yang dihadapi. Karena Allah tak pernah Jauh, maka mohonlah segalanya  hanya pada Allah.” Itu yang bisa ku bawa dalam setiap sujud malamku.

                                                                                                            (Yogyakarta, 12 Juli 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar