Ramadan
adalah saat-saat yang dinanti semua orang muslim dimanapun berada. Bulan yang
selalu menghadirkan kebahagiaan dan cerita menarik sepanjang ramadan selama
sebulan ini. Tapi tidak untuk sahabatku Fitri. Karena ramadan kali ini
sahabatku harus melewati ramadan pertama kali tanpa kehadiran sosok seorang
ayah.
Tepatnya
hari Minggu 16 juni 2013 lalu, ayah Fitri pak Adnan kembali ke hadapan Allah,
karena mengalami kecelakaan saat pulang dari beli obat. Awal mulanya pak Adnan
berpamitan pada keluarga untuk pergi membeli obat pada pukul 17.00 wib, namun
tidak ada yang menyangka jika saat itu juga pak Adnan pergi meninggalkan
keluarga untuk selama-lamanya. Sepulang dari beli obat, pak Adnan mengalami
kecelakaan ditabrak sebuah sepeda motor dan pelakunya adalah seorang pemuda
yang sedang mabuk.
“Husna, bapak telah
pergi meninggalkan kita semua, bapak meninggal tadi jam 21.30 wib karena
kecelakaan sepeda motor.” Begitulah isi dari sms dari Fitri
yang masih ku ingat. Pukul 00.05 wib aku tiba-tiba terbangun dan tersentak kaget
saat membaca sms dari Fitri. Tanpa berpikir panjang, Fitri langsung ku telpon,
dan benar jika pak Adnan sudah tiada.
Rasa
gemetar karena kaget dan sedih melebur menjadi satu, sehingga air matapun tak
dapat ku bendung. Sekilas dalam hatiku hanya ikut mendo’akan agar beliau
khusnul khotimah diakhir hayatnya, dan segala amalannya diterima yang Maha
Kuasa.
Proses
pemakaman pak Adnan akan dilakukan pada hari senin besoknya, banyak
sahabat-sahabat yang datang untuk melayat. Sementara aku tidak bisa ikut untuk
melayat saat itu. Karena aku tidak nyaman jika harus berboncengan dengan yang
bukan muhrimku. Aku hanya ingin menjaga apa yang menjadi prinsip hidupku. Dan
juga aku adalah orang yang sangat tidak berani mengendarai sepeda motor.
Ku
kirimkan sebuah sms permintaan maafku kepada Fitri, “Fitri, maafkan aku, jika aku belum bisa ikut ke rumahmu. Karena aku
tidak ingin jika boncengan dengan yang bukan muhrimku. Sementara teman-teman
yang saat ini menuju rumahmu perginya boncengan. Maaf ya, Ku do’akan bapak khusnul
khotimah dan keluarga yang ditinggalakan bisa lebih tabah menjalani ujian ini”
*****
Hampir
seminggu sudah pak Adnan pergi meninggalkan Fitri dan keluarga, Aku dan adikku
Husni saat itu menuju rumah Fitri. Karena aku dan Fitri akan menghadiri acara pernikahan
salah seorang sahabat yang menikah di Temanggung. Setibanya aku di rumah Fitri,
aku lalu segera menemui ibu. Ku rangkul ibu sambil ku bisikkan do’a semoga pak
Adnan pergi dalam keadaan khusnul khotimah, dan semoga ibu dan keluarga tabah
menjalani ujian ini.
Saat
itu ku lihat ibu begitu lemas, pandangan matanya seolah kosong, dan terlihat
jelas jika ibu memang sudah ikhlas hanya saja masih kaget dengan kejadian yang
menimpa pak Adnan. Ibu lalu mempersilahkan aku dan adikku duduk, dan ibu lau
mulai menceritakan awal kejadiannya hingga proses pemakaman dilakukan. Aku
senang, karena rasa penasaranku terbayar sudah lewat cerita ibu.
Namun
dibalik itu semua aku jujur jika aku juga merindukan pak Adnan. Kebiasaan pak
Adnan jika aku tiba di rumahnya, sering langsung disapa, diajak bercerita, dan
yang paling ku ingat adalah beliau sering minta tolong padaku untuk diajarkan
mengakses internet, terutama cara membuka dan mengirim email. “Ah bapak, Husna
rindu dirimu. Walau bapak bukan bapakku, namun ku rasakan kehilangan yang sama
seperti Fitri” gumamku dalam hati.
Pagi
itu sempat sarapan bersama keluarga pak Adnan, dan lumayan lama duduk dan
bercerita dengan ibu. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10.00 wib, adikku
Husni pamit pulang kembali ke Yogyakarta. Sementara aku dan Fitri pamit menuju
Temanggung ke acara pernikahan salah seorang sahabat kami.
Sepanjang
perjalanan kami berdua begitu menikmati, Fitri tidak tampak seperti anak yang
baru saja mengalami kesedihan. Dia terlihat begitu kuat dan tegar. Sampai-sampai
menimbulkan rasa penasaran.
“Fit,
kamu kok bisa begitu kuat? Kamu nggak sedih Fit ditinggal bapak?” tanyaku.
“sedih
sih pastilah Na, tapi aku berusaha kuat dan sabar. Sempat ibu bertanya padaku
kenapa aku tidak sesedih ibu dan saudaraku yang lain? Tapi ya ku jawab kalau
aku kuat, dan mampu tegar sejauh ini berkat dari apa yang bapak ajarkan padaku.
Kamu tahulah Na, kalau bapak kan sering bilang padaku bahwa hidup itu harus
dijalani dengan kuat dn sabar. Sebesar apapun masalahnya, atau sebesar apapun
kesedihan yang dihadapi kita harus kuat, dan itu ku pelajari dari bapak ku, Na,
aku yakin ini juga yang terbaik menurut Allah untukku.”
Aku
hanya mampu menganggukkan kepala sebagai jawaban setuju aku. Karena jujur aku
pun tidak mampu berkata lagi. Kecuali bersyukur bisa menjadi sahabatnya dan
mengakui ketegarannya yang luar biasa dalam hatiku. Beberapa kali aku
meneteskan air mata karena terharu mendengar jawabannya. Untung saja aku pakai
helem, jadi tidak tampak jika aku sedang meneteskan air mata.
“Oh
ya say, tampaknya Allah memang sudah mengatur skenario indah ini untukmu
jauh-jauh hari. Bayangkan saja, kamu saat dimintai bapak untuk bisa segera
lulus kuliah secepatnya dan pulang ke Magelang, kamu berusaha dan kerja keras
hingga kamu sekarang sudah lulus pendadaran walau masih menanti masa-masa
wisudah. Kemudian berkat dari kelulusan pendadaranmu bapakmu lalu menghadiahkan
handphone baru untukmu, selain itu juga selama kamu menjalani tugas akhir kamu
dalam menyusun skripsi juga benar-benar dimudahkan Allah, dan saat kamu sudah
mendapatkan awal dari sebuah kesuksesan, Allah mengambil bapakmu.” Ucapku
padanya.
“Iya
juga sih Na, mungkin itu juga maksud Allah. Allah menghendaki aku lulus segera
agar keinginan bapak melihat aku sukses itu tercapai sebelum bapak akan diambil
seminggu yang lalu.” Kata Fitri sambil memarkir
sepeda motor.
Akhirnya
kami pun tiba di acara pernikahan sahabat kami. Setelah berjabat tangan dengan
pengantin dan dan keluarga serta menikmati hidangan di acara pernikahan
tersebut, Aku dan Fitri juga memutuskan untuk tidak berlama-lama di Temanggung.
Karena kami harus balik segera ke
Magelang untuk bersiap-siap melakukan perjalanan menuju Yogyakarta.
Dalam
perjalanan pulang kembali ke rumah Fitri di Magelang, Fitri sengaja melewati
jalan yang menyebabkan kecelakaan dan merenggut nyawa pak Adnan. Saat berada
tepat di jalan tersebut Fitri lalu terdengar sedikit merintih “Ya Allah
bapakku, bapakku, disinilah bapakku mengalami kecelakaan.” Itulah yang sempat
ku dengar, entah apakah Fitri mengucapkan kalimat itu sambil meneteskan air
mata atau tidak, aku tidak tahu. Karena saat itu Fitri sedang menyetir sepeda
motor, dan lagi pula wajahnya tertutup helem.
Yang
dirasakannya saat itu, bisa juga ku rasakan. Sahabat mana yang tidak akan
merasa sedih jika sahabat terbaiknya mengalami bencana dan bencana itu
merupakan bencana yang sekaligus merenggut nyawa orang yang sangat dicintai.
*****
“Kini menurutku, aku dan keluarga harus
bersabar, Alhamdulillah walau bapak tidak ada lagi, aku bangga bapak pergi tapi
meninggalkan banyak kebaikan untuk aku dan keluarga, semoga bapak Khusnul
khotimah.” Ucap
Fitri dalam sebuah status yang pernah
dibuatnya beberapa minggu lalu sebelum menjelang Ramadan.
Kini
hampir sebulan kepergian Pak Adnan, ramadan yang hadir di tahun ini juga akan
menjadi ramadan yang jelas berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Aku pun
beberapa hari ini belum bertemu dengan Fitri, karena semenjak selesai wisudah
awal juli kemarin, Fitri langsung kembali ke Magelang untuk selama-lamanya.
Semenjak
beberapa hari puasa, aku belum bertemu dengannya, tapi selalu ku pantau dirinya
lewat status-status facebook yang dibuatnya. Atau sekedar bertanya padanya
lewat sms. Masih tampak jelas jika raut kesedihan itu masih ada. Itu semua
terlihat dari ungkapan kerinduannya pada Pak Adnan lewat status-status
facebooknya.
“Bapak,Fitri kangen banget sama bapak. .Fitri hanya bisa
mendo'akan semoga bapak khusnul khotimah,diterima semua amalan-amalan,
dijauhkan dari siksa kubur dan diberi kemudahan jalan ke surgaNYa.Amin”
Melihat status-status itu, aku pun bisa merasakan apa yang
dirasakannya, walau demikian kuatnya seorang manusia, tentu ada masanya dimana
dia akan sesekali merindukan orang sangat dicintainya bisa hadir di sisinya
seperti dulu. Sebuah puisi karya Pak Adnan pun pernah diposting Fitri sebagai
status facebooknya di ramadan ini.
Karya puisi my father: “Pada Ketundukan hati,,,atas kelembutan
dalam keperkasaan.keindahan, dalam
kemegahan.Rahman rahim Nya, meliputi Semesta yang bertasbih. Tunduk..Tundukan
hati semata.untuk Nya. *Wahai Shohib, Dalam kesederhanaan terlukis Jiwa Cinta nan Agung . Kesederhanaan yang
tertera di hati mu, mata air sungai
hidupku di arus air geloramu, semangatku
mengalir Semoga dan Semoga Kasih Sayang NYA Meliputinnya.
Dan ramadan kali inilah ramadan pertama yang harus dilewati tanpa sosok bapak
di hadapannya. Benarlah jika dikatakan bahwa kematian adalah teman sejati yang
selalu ada dimanapun kita berada. Ia begitu rahasia, tidak ada yang pernah
tahu, dan kemanapun kita pergi tentulah kematian yang selalu setia menemani.
Sesungguhnya
segala yang ada di bumi merupakan ujian bagi setiap jiwa mau merenungi.
Kebahagiaan adalah ujian untuk menguji sberapa besar rasa syukur kita pada
Allah. Akanakah dengan nikmat kebahagiaan masihkah kita mengingt-Nya? Atau
justru melupakan-Nya. Dan kesulitan adalah ujian untuk melihat keta’atan kita pada-Nya.
Akankah ikhlas dan terus beriman pada-Nya? Ataukah mencaci ujian yang
diberikan.
“Fitri,
semoga dirimu adalah satu dari sekian banyak yang berhasil memperoleh pahala
karena kesabaranmu dan rasa syukurmu atas segala yang dihadapi. Karena Allah
tak pernah Jauh, maka mohonlah segalanya
hanya pada Allah.” Itu yang bisa ku bawa dalam setiap sujud malamku.
(Yogyakarta, 12 Juli 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar